Kabut tebal di perbatasan Cemoro Sewu - Cemoro Kandang
tepat dibawah aliran kawah Gunung Lawu.
Apakah kamu-kamu suka mendaki gunung? Tapi yang ini lain karena puncak Lawu bisa ditempuh dengan menunggang kuda atau dengan sepeda motor trail bila masuk lewat pintu Cemoro Kandang. Penulis pernah beberapa kali naik ke puncak dengan 3-4 jam perjalanan pada malam hari,tentu saja nggak pake banyak istirahat, klo terlalu sering istirahat waktu tempuh bisa jauh lebih lama bahkan bisa mencapai 4-7 jam perjalanan.
Gunung Lawu memiliki dua buah Kawah yaitu Kawah Telaga Kuning dan Kawah Telaga Lembung Selayur, juga terdapat tempat-tempat keramat di sekitarnya, diantaranya Sendang Panguripan, Sumur Jolo Tundo, Gua Sigolo-golo, Sendang Drajad, Sendang Macan, Hargo Tumiling, Pasar Dieng, Hargo Dalem, dan Hargo Dumilah. Segarnya udara pegunungan dan indahnya matahari terbit dipuncak lawu menjadikan kekaguman tersendiri bagi pendaki. Puji syukur kepada sang Kholiq akan kebesaran-Nya, ada rasa yang beda saat berada dipuncak Lawu. Manusia tak ubahnya seperti sebuah titik ditengah luasnya bumi ini.


Dari pintu masuk Cemoro Kandang menuju Pos 1 (Taman Sari Bawah) jalanan agak landai berupa tanah yang akan licin bila hujan turun. Sebelum sampai pos 1 terdapat jalan kecil menuju air terjun di bawah kawah. Dari sini bau belerang sudah mulai tercium. Menuju Pos 2 (Taman Sari Atas) jalanan sedikit lebih curam dari sini pendaki bisa melihat asap mengepul dari kawah Gunung Lawu yang berada tepat dibawah belahan bukit Cokro Suryo dan bagian bukit sebelah timur.



Yang unik dari puncak Gunung Lawu adalah keberadan warung makan di bawah puncaknya dengan bangunan yang lumayan. Pendaki dapat melepas lelah, makan, minum dan tiduran di warung tersebut, berbeda dengan puncak gunung lain di dunia. Inilah keunikan Gunung Lawu dengan ketinggian 3.268 meter.
Tak jauh dari Hargo Dalem kita akan menjumpai Pasar Diyeng atau Pasar Setan, berupa sekumpulan batu yang berblok-blok tertata rapi layaknya sebuah komplek, pasar ini hanya dapat dilihat secara gaib. Pasar Diyeng akan memberikan berkah bagi para pejiarah yang percaya. Bila berada ditempat ini kemudian secara tiba-tiba kita mendengar suara "mau beli apa dik?" maka segeralah membuang uang terserah dalam jumlah berapapun, lalu petiklah daun atau rumput seolah-olah kita berbelanja, maka sekonyong-konyong kita akan memperoleh kembalian uang dalam jumlah yang sangat banyak. Benarkah? silahkan coba sendiri..!! inyong wis nyoba tapi koq gk bener ya cerita orang diatas hehehe,,,
referensi dari berbagai sumber dan http://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_Lawu
Sumber lain menyebutkan bahwa Gunung Lawu menyimpan misteri pada masing-masing dari tiga puncak utamanya dan menjadi tempat yang dimitoskan sebagai tempat sakral di Tanah Jawa. Harga Dalem diyakini sebagai tempat pamoksan Prabu Bhrawijaya Pamungkas, Harga Dumiling diyakini sebagai tempat pamoksan Ki Sabdopalon, dan Harga Dumilah merupakan tempat yang penuh misteri yang sering dipergunakan sebagai ajang menjadi kemampuan olah batin dan meditasi.
Konon gunung Lawu merupakan pusat kegiatan spiritual di Tanah Jawa dan berhubungan erat dengan tradisi dan budaya Praja Mangkunegaran. Setiap orang yang hendak pergi ke puncaknya harus memahami berbagai larangan tidak tertulis untuk tidak melakukan sesuatu, baik bersifat perbuatan maupun perkataan. Bila pantangan itu dilanggar di pelaku diyakini bakal bernasib naas. Tempat-tempat lain yang diyakini misterius oleh penduduk setempat yakni: Sendang Inten, Sendang Drajat, Sendang Panguripan, Sumur Jalatunda, Kawah, Repat Kepanasan/Cakrasurya, dan Pringgodani.
Cerita dimulai dari masa akhir kerajaan Majapahit (1400 M) pada masa pemerintahan Sinuwun Bumi Nata Bhrawijaya Ingkang Jumeneng kaping 5 (Pamungkas). Dua istrinya yang terkenal ialah Dara Petak putri dari daratan Tiongkok dan Dara Jingga. Dari Dara Petak lahir putra Raden Fatah, dari Dara Jingga lahir putra Pangeran Katong. Raden Fatah setelah dewasa beragama Islam berbeda dengan ayahandanya yang beragama Budha. Dan bersamaan dengan pudarnya Majapahit, Raden Fatah mendirikan Kerajaan di Glagah Wangi (Demak).
Melihat kondisi yang demikian itu , masygulah hati Sang Prabu. Sebagai raja yang bijak, pada suatu malam, dia pun akhirnya bermeditasi memohon petunjuk Sang Maha Kuasa. Dalam semedinya didapatkannya wangsit yang menyatakan bahwa sudah saatnya cahaya Majapahit memudar dan wahyu kedaton akan berpindah ke kerajaan Demak.
Pada malam itu pulalah Sang Prabu dengan hanya disertai pemomongnya yang setia Sabdopalon diam-diam meninggalkan keraton dan melanglang praja dan pada akhirnya naik ke Puncak Lawu. Sebelum sampai di puncak, dia bertemu dengan dua orang kepala dusun yakni Dipa Menggala dan Wangsa Menggala. Sebagai abdi dalem yang setia dua orang itu pun tak tega membiarkan tuannya begitu saja. Merekapun pergi bersama ke puncak Harga Dalem.
Saat itu Sang Prabu bertitah, "Wahai para abdiku yang setia sudah saatnya aku harus mundur, aku harus muksa dan meninggalkan dunia ramai ini. Dipa Menggala, karena kesetiaanmu kuangkat kau menjadi penguasa gunung Lawu dan membawahi semua mahluk gaib dengan wilayah ke barat hingga wilayah gunung Merapi/gunung Merbabu, ke timur hingga gunung Wilis, ke selatan hingga Pantai selatan , dan ke utara sampai dengan pantai utara dengan gelar Sunan Gunung Lawu. Dan kepada Wangsa Menggala, kau kuangkat sebagai patihnya, dengan gelar Kyai Jalak.
Tak kuasa menahan gejolak di hatinya, Sabdopalon pun memberanikan diri berkata kepada Sang Prabu: Bila demikian adanya hamba pun juga pamit berpisah dengan Sang Prabu, hamba akan naik ke Harga Dumiling dan meninggalkan Sang Prabu di sini. Singkat cerita Sang Prabu Brawijaya pun muksa di Harga Dalem, dan Sabdopalon moksa di Harga Dumiling. Tinggalah Sunan Lawu Sang Penguasa gunung dan Kyai Jalak yang karena kesaktian dan kesempurnaan ilmunya kemudian menjadi mahluk gaib yang hingga kini masih setia melaksanakan tugas sesuai amanat Sang Prabu Brawijaya.
referensi dari berbagai sumber dan http://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_Lawu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar